Training Readiness Garmin
Penulis/Penulis Kolom Garmin – Xie Jiajin
Kali ini saya akan membahas fitur Training Readiness dari Garmin dan bagaimana hal tersebut membantu saya merencanakan olahraga harian saya. Semua pelari pasti pernah mendengar ungkapan “You will know when you run”. Orang lain akan menertawakan saya karena terlalu terobsesi, tapi saya akan menertawakan orang lain karena tidak melihat semuanya dengan jelas.
Bagian yang paling menarik bagi saya dari latihan berlari adalah berlatih keras, recovery, berlatih lagi, recovery kembali. Setelah konstan melakukan ini selama bertahun-tahun, saya dapat berlari lebih cepat, lebih jauh, dan lebih lama dengan jauh lebih santai.
Sudah 7 tahun semenjak pertama kali saya berlari, dan itu bukanlah perjalanan yang mulus. Lebih tepatnya, banyak pemulihan dan pelatihan yang sering salah sayalakukan. Mulai dari cedera ringan hingga masalah jantung yang serius di awal tahun lalu, bahkan itu membuat saya berpikir saya tidak akan pernah bisa kembali berolahraga lagi. Sebelumnya, saya akan menilai rasa kelelahan saya melalui detak jantung istirahat yang secara otomatis terdeteksi pada Garmin. Namun, dengan kemajuan teknologi sekarang, ada indeks Training Readiness Garmin yang memungkinkan saya untuk menilai progres pemulihan secara lebih komprehensif dan sistematis.
Akhir-akhir ini, intensitas latihan saya sedang tinggi dan saya sering merasa kelelahan. Parameter Training Readiness Garmin dapat membantu saya menilai progres tubuh saya, apakah harus tetap berlatih atau istirahat.
Training Readiness adalah indikator yang Garmin kelola dengan berbagai indeks data, mirip dengan Body Battery. Dasar utama dari indeks tersebut adalah sebagai berikut:
1. Beban Pelatihan dan Waktu Pemulihan
Saat melakukan latihan dengan intensitas yang lebih tinggi, secara alami tubuh akan butuh lebih banyak waktu untuk pemulihan.
Fungsi Garmin acute training load dapat membantu kita melihat grafik antara beban pelatihan terbaru dan kisaran beban pelatihan ideal. Kebanyakan pelari biasa akan menjadwalkan tiga sesi latihan berat dalam satu minggu. Bahkan Hansons Plan pun merancang jadwal lima sesi latihan per sembilan hari untuk atlet professional. Hal ini menunjukkan pentingnya beban pelatihan dan waktu pemulihan yang tepat.
Bab terakhir dari buku Metode Pelatihan Hansons menyebutkan jadwal dengan 5 latihan dalam 9 hari, volume dan intensitas pelatihan secara keseluruhan masih sangat besar, dan pelari biasa perlu mempertimbangkan sebelum merujuk jadwal tersebut.
2. Kualitas Tidur, Riwayat Tidur, Status HRV
Selain memahami beban pelatihan dan waktu pemulihan, bagian terpenting dari progres kemajuan latihan adalah kualitas tidur. Hal ini juga telah dibuktikan oleh para atlet profesional kelas dunia di berbagai bidang. Pelari Afrika Timur yang mendominasi perlombaan lari jarak jauh bahkan bisa tidur selama 12-14 jam sehari. Tidak heran mereka bisa menyapu bersih hampir semua kejuaraan besar dunia.
Jika membandingkan dengan kualitas tidur satu malam, sekarang saya akan lebih memperhatikan skor kualitas tidur untuk jangka waktu tertentu, yang lebih informatif dan tidak terlalu membuat stres.
Untuk membaca lebih lanjut tentang bagaimana Garmin dapat memantau kualitas tidur Anda dan kesehatan Anda secara keseluruhan, simak di sini.
Garmin Training Readiness juga ditentukan dari kualitas tidur berdasarkan evaluasi menyeluruh dari malam sebelumnya bahkan minggu sebelumnya. Hal ini mengingatkan saya pada saat jagoan maraton, Eluid Kipchoge, di pertandingan Breaking2. Dalam wawancara pasca pertandingan, dia menyebutkan bahwa dia tidak bisa tidur pada malam sebelumnya karena merasa terlalu bersemangat. Namun, kualitas tidurnya pada minggu itu cukup baik, jadi dia masih bisa bertanding dengan baik. Ternyata kualitas tidur yang stabil dalam jangka panjang mempunyai manfaat yang lebih besar dibandingkan kualitas tidur satu malam.
3. Riwayat Stres
Dalam hal pemulihan, selain nutrisi dan kualitas tidur, faktor penting lain yang harus memperoleh atensi adalah tingkat stres harian. Dapat terjadi perubahan hormon saat tubuh mendeteksi perubahan stres. Terutama bagi para pekerja kantoran perkotaan seperti kita, stres di tempat kerja seringkali menjadi penyebab yang cenderung kita abaikan, tetapi sebenarnya memainkan peran yang cukup penting dalam hidup kita.
Untuk merangkum pelatihan dan kualitas pemulihan, Training Readiness memberi solusi untuk kesulitan yang sering dihadapi pelari, yaitu stres dari pekerjaan dan kehidupan. Ini tidak hanya dirancang untuk pelari profesional saja, tetapi juga cocok untuk semua orang, dan memberikan data referensi dan panduan yang lebih objektif.
Latihan intensitas tinggi pribadi saya bisa dijadikan contoh. Dalam latihan intensitas tinggi, selain detak jantung istirahat, status HRV, dan skor tidur, indeks Training Readiness juga merupakan bagian penting untuk menjadi referensi pemulihan dan latihan keseimbangan saya.
Berdasarkan pengamatan jangka panjang saya, jika indeks Training Readiness berada di kisaran Low atau Poor, namun saya tetap memaksa melakukan latihan intensitas tinggi, selain tidak akan mencapai hasil yang diinginkan, juga akan berdampak serius pada pemulihan selanjutnya. Jadi terlepas dari bagaimanapun jadwal latihannya, jika saya bangun dan melihat bahwa indeks Training Readiness berada dalam dua kisaran ini, saya akan langsung menyesuaikan diri dengan melakukan jogging santai dan tidak mengambil resiko.
Berikut jadwal latihan intensitas tinggi saya pada 31 Oktober – 6 November:
31/10: Joging selama 50 menit
1/11: Berlari 5000m di pagi hari, joging 35 menit di sore hari
2/11: Joging selama 65 menit
3/11: Latihan interval 3000m x 3 (kecepatan 3:30/km, istirahat 4 menit) di pagi hari, joging 35 menit di sore hari
4/11: Joging selama 70 menit di pagi hari dan 30 menit di sore hari
5/11: Joging selama 50 menit
6/11: Lari jarak jauh 30km (kecepatan 3:50/km)
Selain itu, dengan menggunakan Training Readiness dapat terlihat bahwa kisaran indeks hampir berada di kisaran Low dan Poor pada hari setelah latihan intensitas berat. Pada Sabtu pagi, meskipun sudah seharian joging, indeks Training Readiness tetap hanya 33. Jadi, cukup mengatur jadwal lari jarak jauh pada hari Minggu (indeks naik menjadi 73 saat bangun), sehingga tubuh pulih lebih baik. Hasilnya, performa lari jarak jauh pada hari Minggu akan sesuai dengan keinginan.
Dengan memperhatikan indeks Training Readiness, akan membuat progres latihan lebih efisien dan aman. Terutama karena seiring bertambahnya usia, kualitas pemulihan tubuh setelah latihan semakin buruk. Dampak stres pekerjaan dan kualitas tidur pun membuat semakin sulit mendapatkan performa terbaik. Namun, dengan kemajuan teknologi, seorang atlet dapat memperpanjang masa keemasannya secara signifikan. Saya percaya bahwa dengan data yang lebih objektif, dapat membantu pelari biasa seperti kita untuk berlatih dan membuat progres lebih efisien dan lebih aman.